Tetapi di sisi lain sebenarnya sembelit merupakan suatu keadaan yang tidak normal yang secara tidak sadar sebenarnya menghambat aktifitas sehari-hari bagi mereka yang mengalami sembelit tersebut.
Sebenarnya seberapa besar masalah sembelit ini yang ada di masyarakat? Penelitian dari ruang endoskopi di RSCM selama 5 tahun dari tahun 1998-2005, mendapatkan 9 % pasien atau sekitar 216 pasien dilakukan endoskopi saluran cerna bawah atas indikasi kontipasi.
Yang menarik selanjutnya dari penelitian tersebut bahwa pasien yang datang karena konstipasi 9 % disebabkan oleh kanker usus besar. Selain itu sekitar 36,39 % kasus konstipasi tersebut mengalami hemoroid atau ambeien.
Yang menarik selanjutnya dari penelitian tersebut bahwa pasien yang datang karena konstipasi 9 % disebabkan oleh kanker usus besar. Selain itu sekitar 36,39 % kasus konstipasi tersebut mengalami hemoroid atau ambeien.
Definisi konstipasi
Adanya buang air besar (BAB) yang tidak memuaskan yang ditandai oleh buang air besar kurang dari 3 kali dalam 1 minggu atau kesulitan dalam pengeluaran feses akibat feses yang keras. Konstipasi kronik” didefinisikan sebagai adanya gejala-gejala diatas yang telah berlangsung sekurang-kurangnya 3 bulan. Salah 1 kriteria yang sering digunakan dalam mendiagnosis konstipasi adalah kriteria ROME II à adanya 2 atau lebih gangguan buang air besar di bawah ini selama sekurang-kurangnya 12 minggu :
- Mengejan
- Feses yang keras
- Perasaan tidak lampias saat BAB
- Perasaan adanya hambatan pada dubur dan poros usus
- Evakuasi feses secara manual
- BAB kurang dari 3 kali / minggu
Faktor resiko
- Konstipasi lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki
- Aktivitas kurang
- Diet rendah serat
- Obat-obatan [opiate (morfin, codein, doveri), antikolinergik, antidepresan trisiklik, obat antiparkinson, diuterik (furosemid) dan beberapa antihistamin (difenhidramin)]
Tanda “alarm” yang harus menjadi perhatian ini yaitu:
- BAB ada darah,
- Tumor pada perut,
- Riwayat keganasan dalam keluarga,
- Penurunan berat badan ≥ 5 kg,
- Demam,
- Mual, muntah,
- Nafsu makan berkurang,
- Konstipasi terjadi pertama kali dan makin lama semakin memburuk,
- Konstipasi akut pada lanjut usia,
- Anemia,
- Pemeriksaan darah samar tinja positif,
- Konstipasi berat, persisten dan yang tak responsif terhadap pengobatan.
Bagaimana penanganan pasien dengan Konstipasi?
Penderita konstipasi perlu mendapatkan terapi komprehensif untuk mengembalikan fungsi defekasi yang fisiologis. Pengananan pasien konstipasi kronis terdiri dari terapi non farmakologik dan farmakologik.
1. Terapi non-farmakologis (modifikasi gaya hidup) :
- Meningkatkan konsumsi makanan berserat dan minum yang cukup,
- Meningkatkan aktivitas fisik,
- Mengatur kebiasaan defekasi,
- Menghindari mengejan mencoba buang air besar setelah habis makan atau waktu yang dianggap tepat dan cukup,
- Menghindari obat-obatan yang menyebabkan konstipasi.
2. Terapi farmakologis
- Bulk laxative : psyllium, plantago ovata, methyl cellulose
- Laksatif osmotik :
- saline laxative: magnesium hidroksida, sodium phosphat
- disakarida yang tak diserap : laktulosa
- sugar alcohol : sorbitol, manitol
- poly ethylene glycol (PEG)
- Laksatif stimulan : bisacodyl (Dulcolax), anthraquinone, castor oil, sodium picosulphate, stool softener (dioctyl sodium sulphosuccinate).
- Rektal enema / suppositoria
- Prokinetik : tegaserod
Bersumber dari : www.anakku.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar