Senin, 10 November 2014

SISWA SEKOLAH INTERNASIONAL SINGAPURA BERLATIH GAMELAN

Seorang siswa Sekolah internasional Singapura menyimak instruksi
pemandu untuk menabuh kempul

Sabtu, 1 November 2014 pukul 15.00 WIB sebanyak 16 siswa Sekolah Internasional Singapura berkunjung ke Tembi Rumah Budaya. Tujuan utama mereka adalah bermain gamelan atau berlatih karawitan. Mereka semua tidak bisa berbahasa Indonesia. Namun banyak di antara mereka yang bisa mengerti sekalipun tidak mampu mengucapkannya.

“Mengerti bahasa Indonesia ?” tanya pemandu kepada dua anak pemain kempul dan gong.

“Tak. Sikit-sikit.” Mereka menjawab dengan bahasa Malaysia. Namun ketika pemandu menjelaskan panjang lebar mengenai instrumen gamelan dan cara memainkannya dengan menggunakan bahasa Indonesia, mereka tidak mengerti. Beruntung tour leader mereka membantu menerjemahkan penjelasan itu dengan baik.

Siswa-siswi Sekolah internasional Singapura Konsentrasi
menabuh gamelan di Tembi
Dengan bahasa gado-gado pun pemandu berusaha menjelaskan semuanya itu. Harapannya mereka mengerti apa yang diterangkan oleh pemandu. Ternyata selang beberapa saat kemudian mereka bisa memainkan satu gending Manyar Sewu sekalipun masih belepotan di sana-sini.

Pengulangan terus dilakukan agar mereka hafal gending itu. Ternyata memang cukup berhasil. Mereka pun gembira, yag terpancar pada sorot mata mereka yang dibarengi dengan senyum.

“Difficult ?” tanya pemandu.

“Oh no, not difficult,” jawab salah satu siswa yang ditanyai pemandu.

Di bawah bimbingan sekian pemandu, akhirnya orkestra gamelan itu toh dapat berbunyi dengan baik dan cukup harmonis. Tiga gending atau lagu pun terkuasai, yakni Manyar Sewu, Menthok-menthok, dan Kotek. Meski lelah, mereka cukup menikmati. Pada sisi itulah mereka menjadi lebih bisa memahami, ternyata bermain gamelan tidaklah mudah, namun juga tidak sulit. Mereka menjadi lebih paham tentang salah satu jenis kesenian yang menjadi salah satu identitas kebudayaan Jawa (Indonesia).

Bergaya di Senthong Tengah
Usai bermain gamelan mereka pun berkeliling area Tembi. Koleksi museumTembi menjadi santapan mereka yang pertama. Senjata tradisional berupa keris dan tombak membuat mereka cukup keheranan. Demikian pun sistem pembagian ruang (kamar) rumah Jawa yang disebut senthong. Bagi mereka sistem pembagian ruang atau kamar dalam rumah Jawa itu terasa aneh sekaligus unik. Demikian juga tempat tidur yang kaya dengan ukiran bagi mereka juga kelihatan sangat unik, juga gebyok berukir yang menjadi sekat utama dalam pembagian ruang.

Topeng untuk menari dalam lakon Ramayana dan Panji sedikit banyak mereka kenali. Setidaknya kisah tentang Ramayana telah mereka kenali. Dolanan anak tradisional Jawa sebagian juga mereka kenali. Setidaknya dakon atau congklak dan lompat tali dengan tali karet mereka kenali pula.

Sepeda onthel kuno dan sepeda motor kuno cukup menyita perhatian mereka. Barangkali di negeri mereka barang ini termasuk barang langka. Demikian pula dengan kulkas kuno yang tidak menggunakan daya listrik maupun baterai (aki) membuat mereka tersenyum-senyum karena merasa aneh. Rumah-rumah tradisional Jawa berbentuk limasan (limansap) serta rumah tradisional Indramayu membuat mereka juga kagum. Pada sisi-sisi itulah mau tidak mau mereka harus mengakui betapa kaya dan beragamnya elemen-elemen kebudayaan yang ada di Jawa. Itu pun baru Jawa saja. Belum keseluruhan elemen kebudayaan Nusantara (Indonesia). Itu pun baru elemen-elemen kebudayaan bendawi belum lagi yang tak bendawi (intangible).

Menikmati lingkungan Bale Inap Tembi
Jika bangsa mancanegara saja demikian berminat kepada kebudayaan Nusantara, bagaimana dengan kita sendiri selaku salah satu suku bangsa yang tinggal di Nusantara ?

Bersumber dari : Tembi Rumah Budaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar