
(Foto: thinkstock)
Stereotip bahwa ibu yang bekerja lebih sibuk membagi energinya antara anak-anak, suami, dan pekerjaan rumah tangga agaknya benar. Menurut penelitian baru-baru ini, ibu tidak hanya lebih multitasking daripada ayah, namun ibu juga sebenarnya kurang senang melakukannya.
Dalam keluarga modern, multitasking adalah gaya hidup. Para peneliti ingin tahu berapa banyak waktu yang dihabisakan ayah dan ibu dalam melakukan dua hal sekaligus atau lebih dan bagaimana perasaannya tentang hal itu.
Peserta penelitian berasal dari penelitian 500 Family Survey pada tahun 1999-2000, sebagian besar keluarga peserta penelitian berasal dari kelas menengah. Peneliti meminta orang tua mengenakan jam tangan yang telah diprogram berbunyi delapan kali setiap hari.
Ketika mendengar bunyi bip, peserta diminta berhenti melakukan segala aktifitasnya dan mencatat apa yang dilakukan saat itu dalam buku harian, dengan siapa, dan bagaimana emosinya saat itu. Metode ini disebut 'experience sampling' yang dikembangkan oleh psikolog Hungaria, Mihaly Csikszentmihalyi.
"Apa yang kita pelajari tidak hanya bagaimana orang menghabiskan waktunya, tapi bagaimana mereka merasakan hal itu pada tingkat yang sangat dalam dan sangat pribadi," kata peneliti, Barbara Schneider, sosiolog di Michigan State University.
Dengan total sampel 16.878 tulisan buku harian dari 368 orang ibu dan 9.482 tulisan dari 241 orang ayah, para peneliti menemukan bahwa multitasking merupakan hal yang sangat umum.
Multitasking dilakukan ayah lebih dari sepertiga waktunya setelah bangun tidur, sedangkan ibu melakukan kegiatan multitasking selama dua perlima aktifitas hariannya.
Pekerjaan yang dibayar menempatkan banyak beban multitasking pada ibu dan ayah. Pekerjaan yang menyebabkan multitasking menaikkan tingkat multitasking sebesar 36 persen pada ayah dan 23,4 persen pada ibu.
Di rumah, ibu lebih mungkin terlibat dalam kegiatan pekerjaan rumah tangga atau perawatan anak dibandingkan dengan ayah pada saat yang sama. Pekerjaan rumah tangga yang dikombinasikan dengan tugas merawat anak menyumbang 10 persen dari waktu multitasking ibu dan hanya 4,4 persen untuk ayah.
Meskipun lebih banyak melakukan kegiatan multitasking di rumah daripada ayah, ibu merasa kurang senang dengan hal itu. Ibu merasakan lebih banyak emosi negatif dan stres ketika melakukan kegiatan multitaskeing di rumah dibandingkan dengan ketika melakukan satu tugas saja, sementara ayah tidak menunjukkan peningkatan emosi negatif.
"Pada dasarnya, ketika ayah berada di rumah dan melakukan kegiatan multitasking, mereka cukup merasa itu adalah hal yang baik. Namun ibu tidak merasa demikian," kata Schneider seperti dilansir LiveScience, Senin (5/12/2011).
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal American Review Sociological ini menemukan bahwa pada ibu yang bekerja sebanyak 52,7 persen kegiatan multitasking di rumah merupakan pekerjaan rumah tangga.
Sedangkan pada ayah yang bekerja, hanya sebesar 42,2 persen kegiatan multitaskingnya yang berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga. Sebesar 35,5 persen dari kegiatan multitasking ibu di rumah adalah kegiatan perawatan anak, dibandingkan dengan 27,9 persen pada ayah.
Dengan multitasking, ibu mungkin merasa produktif. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa otak tidak dalam kondisi terbaiknya ketika melakukan dua tugas atau lebih.
Suatu penelitian tahun 2010 yang dipublikasikan dalam jurnal Science menemukan bahwa otak memang dapat menyeimbangkan dua tugas sekaligus, tapi menambahkan satu tugas lagi bisa jadi malapetaka.
Melakukan kegiatan multitasking sebenarnya merupakan beban. Menurut penelitian yang dilakukan profesor Clifford Nass dari Universitas Stanford, orang-orang yang paling multitasking adalah orang mendapat hasil yang paling buruk dalam aktifitasnya.
(ir/ir)
Putro Agus Harnowo - detikHealth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar