Rabu, 25 April 2012

Refluks Gastroesofagus (RGE)

Bila Anda memberi bayi Anda minum, dan sesaat kemudian bayi mengalami muntah. Apakah Anda pernah/sering mengalami hal seperti itu pada bayi Anda? Hal itulah yang dinamakan Refluks Gastroesofagus. Makanan yang masuk melalui mulut kemudian ditelan akan melewati pipa lambung (esofagus) sebelum masuk ke dalam lambung (gaster). Perbatasan antara esofagus dan lambung terdapat sebuah katup yang mencegah makanan yang ada di dalam lambung untuk kembali lagi ke atas (esofagus). Pada bayi (terutama di bawah usia 3 bulan) katup dan mekanisme ini belum sempurna sehingga seringkali makanan kembali (refluks) ke atas.

Refluks gastroesofagus dibedakan menjadi gumoh dan muntah. Gumoh adalah keluarnya makanan dari dalam lambung tanpa usaha (seperti mengalir keluar), sedangkan muntah adalah keluarnya makanan dengan usaha dari bayi untuk mengeluarkannya (dorongan dari otot perut). Sekitar 50% bayi usia 0-3 bulan mengalami gumoh dan ini normal saja. RGE dapat menjadi tidak normal bila refluks tersebut disertai dengan tanda dan gejala lainnya seperti: muntah berulang, rewel, bayi menjadi tidak mau minum/makan, berat badan tidak naik, atau sulit minum/makan.
RGE pada umumnya tidak memerlukan tindakan atau terapi apapun. Beberapa langkah dapat dilakukan untuk mengatasi RGE seperti misalnya: berikan makan dalam porsi yang lebih kecil atau sedikit-sedikit, membuat bayi bersendawa setiap habis makan dengan jalan menepuk-nepuk pelan punggungnya setiap habis makan, dan jangan langsung menidurkan bayi sehabis makan (diposisikan duduk atau tegak kurang lebih 30 menit). Bila Anda merasa khawatir dengan keadaan bayi, cobalah konsultasikan mengenai keadaannya dengan dokter anak.
Bawa bayi ke dokter anak, bila:
  • Muntah sangat banyak
  • Ada darah dalam muntahnya
  • Bayi terlihat sulit bernapas
  • Refluks masih terjadi setelah anak lebih besar dari 1 tahun
Bersumber dari : www.kiddiecarecentre.com

Minggu, 22 April 2012

Penerapan Bangunan Hijau Di Negara Maju

Pemanasan global pada bumi diakibatkan oleh semakin banyaknya gas rumah kaca atau karbondioksida. Penyebabnya adalah karena semakin banyaknya pembakaran minyak bumi atau bahan bakar fosil, dan termasuk batubara. Selain itu juga karena semakin menipisnya jumlah hutan di bumi. Sebab hutan bisa memakan karbondioksida penyebab efek rumah kaca tersebut.

Oleh karena itu sekarang di Negara-negara maju seperti Amerika dan Kanada telah diwajibkan bagi masyarakat untuk membangun Rumah Hijau. Ini adalah suatu konsep baru di dunia Arsitektur. Dimana bangunan dibuat dengan menggunakan sebanyak mungkin lahan hijau tanaman yang bukan hanya di halamannya saja tetapi melainkan juga di bangunan itu sendiri.

Selain itu juga Arsitektur modern sekarang mulai menggunakan bahan material yang tidak melawan atau meracuni alam. Seperti misalkan bahan-bahan natural seperti kayu dan bamboo dan lain-lainnya. Dan juga gunakanlah sesedikit mungkin semen atau beton. Sebab semen dan beton bisa mengeluarkan gas rumah kaca atau karbondioksida.

Untuk itu ada baiknya bila dilakukan semacam penyuluhan wajib bagi para Arsitek. Dan juga bagi para ahli bangunan seperti Kontraktor dan Konsultan Bangunan. Supaya mereka tidak semakin banyak membangun yang justeru merusak alam.

Kamis, 19 April 2012

85% Orang Indonesia yang Kena Diare Tidak Butuh Antibiotik

Jakarta, Diare bisa diakibatkan oleh infeksi bakteri atau virus yang disebut Rotavirus. Dan sebagian besar atau 85 persen kasus diare yang dialami orang Indoensia kebanyakan karena infeksi rotavirus sehingga tidak memerlukan pengobatan antibiotik.

Sedangkan sisanya sebesar 16% kasus diare di Indonesia baru disebabkan oleh bakteri. Obat antibiotik baru diperlukan jika diare tersebut disebabkan oleh bakteri.

Diare merupakan salah satu penyebab utama kematian pada bayi. Ketika diare, cairan tubuh banyak yang terbuang, begitu pula elektrolit penting yang menunjang fungsi tubuh.

Pada diare, kuman mengganggu kinerja enzim yang terdapat pada jaringan usus halus. Kuman ini mengganggu sistem penyerapan usus dan menarik cairan di luar usus untuk mengalir kembali masuk ke dalam usus. Akibatnya, cairan dan elektrolit memenuhi usus sehingga menyebabkan diare dan mual.

"Menurut data survei kementerian kesehatan tahun 2005 sebanyak 85% kasus diare di Indonesia tidak memerlukan antibiotik sebab antibiotik hanya dipakai untuk membunuh bakteri. Untuk mengatasi diare akibat rotavirus, cukup meminum oralit dan splemen zinc," kata dr Badriul Hegar, PhD., SpA(K), dokter anak di RSCM dan ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam acara seminar media di kantor IDAI, Jl Dempo No 13 Matraman, Jakarta, Rabu (18/4/2012).

Membedakan Diare Karena Virus dan Bakteri

Untuk membedakan diare akibat bakteri dengan diare akibat virus, dr Badriul memiliki trik tersendiri.

Jika balita tidak diberi makan selama 6 jam kemudian diarenya berkurang, maka diarenya disebabkan oleh virus. Namun jika setelah puasa diarenya tidak berhenti, maka diarenya disebabkan oleh bakteri.

Pada diare akibat bakteri, bakteri menghasilkan racun yang selalu mempengaruhi penyerapan airan di usus. Namun pada diare akibat virus, diare dapat dikurangi dengan mengurangi asupan makanan yang masuk ke usus.

"Untuk diare yang disebabkan bakteri, meminum oralit sudah cukup membantu. Minum air putih saja tidak akan mengganti elektrolit yang terbuang. Suplemen zinc diperlukan untuk memperkuat regenerasi sel usus dan memperkuat sistem imun," kata dr Badriul.

Zinc sebenarnya dapat diperoleh dari makanan seperti sayur dan buah, tetapi jumlahnya tidak cukup banyak untuk membantu mengatasi diare. Sedangkan untuk oralit, kandungan ion Natrium yang dibutuhkan untuk mengatasi diare adalah sebeasar 90 mg.

Untuk diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau sering disebut disentri, pemberian antibiotik penting untuk mengentikan perkembangan penyakit. Salah satu tandanya adalah kotoran yang keluar disertai darah.

(pah/ir)

Putro Agus Harnowo - detikHealth

Rabu, 18 April 2012

Membuktikan Keahlian Kontraktor

Tentu saja kita tidak boleh sembarangan percaya dalam menyewa jasa kontraktor. Itu harus dibuktikan supaya kita jangan sampai tertipu. Sebab bisa saja kerjanya tidak bagus namun bayarannya mahal.

Misalkan jika kita menyewa jasa kontraktor khusus ahli besmen. Itu adalah kontraktor dengan keahlian khusus. Dan tentu saja biasanya dai meminta bayaran yang khusus juga. Kita memang bisa mencari atau search di internet. Atau juga bisa kita cari kontraktor tersebut di buku petunjuak telepon. Bisa juga kita menanyakan di perusahaan jasa yang menyewakan jasa kontraktor.

Tetapi yang paling penting adalah selidiki dulu kebenaran akan keahlian dari kontraktor tersebut. Jika anda telah berkenalan maka anda bisa minta untuk melihat-lihat dokumentasi dari portfolio kontraktor tersebut. bisa berupa foto-foto dan bisa juga berupa rekaman video. Pertimbangkanlah bahwa ini adalah kontraktor mahal yang memiliki keahlian khusus sehingga dia harus mau menuruti segala permintaan anda supaya anda puas mengenalnya dulu.

Setelah melihat-lihat portfolio kontraktor tersebut maka mintalah daftar data para pelanggannya. Dan anda harus menanyakan testimonial dari mereka. Hal ini supaya anda benar-benar yakin bahwa kontraktor ahli khusus ini memang tidak salah anda pilih. Dari data para kliennya maka anda bisa menelepon mereka dan bisa mengobrol dengan mereka. Tanyakanlah seecara mendetail tentang karya kontraktor tersebut kepada mereka.

Senin, 16 April 2012

Permainan Tetris Cocok Atasi Mata Malas

Jakarta, Kebanyakan orangtua bilang bermain video game tidak baik untuk mata anak-anak. Namun dokter spesialis mata dari Glasgow Caledonian University meminta anak-anak penderita mata malas memainkan permainan tetris untuk membantu mengobati gangguan penglihatannya.

Mata malas atau amblyopia adalah gangguan mata di mana rangsangan visual ditransmisikan dengan buruk lewat saraf optik ke otak. Akibatnya, pandangan menjadi kabur. Gangguan ini sering dialami anak usia dini dan menyerang sekitar 1 - 5 persen dari populasi.

Untuk menanganinya, dokter anak biasanya meminta anak-anak memakai penutup mata pada mata yang tidak terganggu untuk mendorong dan melatih penderita menggunakan matanya yang terserang mata malas.

Sayangnya, metode ini membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk melihat adanya perbaikan dalam penglihatan. Apalagi, anak-anak belum tentu mau mengenakan penutup mata sepanjang hari.

Dalam pengobatan yang dikembangkan oleh Anita Simmers dan dokter mata Pamela Knox sejak tahun 2010 di Glasgow Caledonian University, anak-anak penderita mata malas diminta memakai kacamata game dan memainkan tetris yang telah dirancang secara khusus.

Kacamata ini menampilkan gambar yang berbeda pada masing-masing layar. Gambar yang cerah ditampilkan ke mata yang terganggu dan gambar yang redup akan dilihat oleh salah satu mata yang normal. Salah satu mata melihat garis kotak-kotak yang terjatuh dan mata lainnya melihat blok bata. Hal ini memaksa kedua mata untuk saling bekerja sama.

Setelah bermain game selama satu jam sehari selama seminggu sampai sepuluh hari, hasil pengetesan menunjukkan terjadinya peningkatan penglihatan dengan cepat. Orangtua dari anak-anak penderita amblyopia melaporkan terjadinya peningkatan dalam kemampuan membaca dan menyelesaikan tugas sekolah pada anak-anaknya.

"Sebelumnya diduga bahwa saraf penglihatan sulit dimodifikasi dan diubah. Namun penelitian kami menunjukkan bahwa penglihatan bisa diperbaiki dan meningkatkan fungsi-fungsi yang pernah dianggap hilang. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa terapi ini mungkin menyediakan suplemen untuk terapi yang telah ada saat ini atau mungkin menjadi alternatif untuk pasien yang pengobatannya telah gagal," kata Simmers seperti dilansir Wired.co.uk, Jumat (13/4/2012).

Menurut Simmers, hasil peneltiian ini sangat menjanjikan, namun kasus-kasus mata malas umumnya sangat bervariasi. Agar dapat menunjukkan potensi sepenuhnya teknik ini untuk pengobatan klinis amblyopia skala besar, uji klinis secara acak masih diperlukan untuk mengeksplorasi keabsahan metode ini.

Bersumber dari : Putro Agus Harnowo - detikHealth

Sabtu, 07 April 2012

Bahan Bangunan Yang Go Nature

Pembangunan di negara kita ini sedang marak-maraknya, dimana-mana kita bisa melihat bangunan baru yang sedang dibangun. Kita belum menyadari bahwa semen dan beton turut andil dalam pemanasan global bagi bumi.

Semen dan beton memang menghasilkan gas rumah kaca yang mampu membuat suhu atmosfir bumi menjadi semakin panas. Bila kita sedang mengaduk semen dan mencampur beton maka dari adonan tersebut sebetulnya mengeluarkan gas CO2 atau karbondioksida. Gas ini sama dengan yang dihasilkan dari pembakaran minyak bumi dari mesin-mesin industri dan kendaraan bermotor.

Oleh karena itu kini di Eropa dan Amerika sedang dikembangkan suatu semen dan bahan bangunan lainnya yang tidak mengeluarkan gas rumah kaca tersebut. Namun sayang sekali material tersebut masih sedang diuji coba dan belum turun ke pasaran. Bahan bakunya bukanlah kapur seperti yang terdapat pada semen biasa. Sebab bahan tersebutlah yang dicurigai membuat panas dan menghasilkan gas CO2.

Justru bahan yang dipakai adalah endapan dari cerobong asap industri yang dipadatkan. Melalui serangkaian proses kimia maka nantinya material ini malahan bisa secara aktif mengikat Karbondioksida dari udara. Sehingga malah bisa membantu mengurangi polusi.

Tentunya nanti bila material ini telah turun ke pasaran kita harapkan agar para ahli bangunan seperti kontraktor bangunan atau arsitek mempunyai kemauan moril untuk menggunakannya walaupun mungkin harganya masih mahal. Mungkin malah ada baiknya dibuatkan peraturan pemerintah yang mewajibkan para ahli bangunan mulai dari Kontraktor Bangunan, Arsitek hingga Konsultan Bangunan untuk memakainya. Dan dikenakan sangsi bila menggunakan material yang menghasilkan gas CO2.

Minggu, 01 April 2012

Kenali Gejala Alergi Susu Sapi

JAKARTA, RABU - Kasus alergi dalam satu dekade terakhir ini diperkirakan para ahli telah mengalami peningkatan. Alergi susu sapi merupakan bentuk alergi makanan yang paling sering ditemukan pada anak berusia kurang dari dua tahun, dan diperkirakan 2-7,5 persen anak pada kelompok umur ini mengalami alergi protein susu sapi.

Karena itu workshop bagi para dokter anak mengenai tata laksana alergi susu sapi akan diadakan di empat kota yaitu Medan, Jakarta, Semarang, dan Surabaya sepanjang bulan Januari 2009 dan akan diikuti oleh 325 dokter spesialis anak bekerja sama dengan IDAI di masing-masing daerah.

"Kami menyadari, tenaga medis memegang peran sangat penting bagi kesehatan bayi dan anak, termasuk dokter anak. Oleh karena itu, kami selalu ikut berpartisipasi aktif dalam meningkatkan pengetahuan, wawasan serta kualitas para dokter anak dalam memberi pelayanan kesehatan prima bagi bayi dan anak," ujar Presiden Direktur Mead Johnson Indonesia Martin Ibarreche.

Dokter Spesialis Anak dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto A D Pasaribu menyatakan, kasus alergi terhadap anak perlu tata laksana yang standar. Melalui workshop itu, diharapkan para tenaga medis, terutama dokter anak, dapat memberi penanganan yang cepat, tepat dan komprehensif. Penatalaksanaan alergi pada anak, khususnya alergi susu sapi, perlu ada standarisasi, ujarnya.

Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI dr Badriul Hegar alergi susu sapi sering ditemukan pada anak usia di bawah tiga tahun, terutama di bawah usia 12 bulan. Hal ini dihubungkan dengan pematangan sistem saluran cerna. Gejala klinis paling sering terlihat adalah gangguan saluran cerna (50-80 persen), mulai dari muntah , diare berlanjut yang kadang-kadang disertai darah, konstipasi atau sembelit, bahkan bisa mengganggu tumbuh kembang anak.

Karena gejalanya bisa beragam atau tidak terlalu spesifik, maka banyak orangtua maupun tenaga kesehatan sulit mendiagnosis terjadinya alergi susu sapi. Cara paling mudah adalah, dengan melakukan tes alergi dan memantau adanya penyimpangan dibanding anak normal. Sebagai contoh, bila seorang anak terus menderita diare meski telah diobati selama lebih dari seminggu, maka harus dicurigai apakah anak tersebut alergi, kata Badriul.

Penanganan dasar dan efektif untuk alergi protein susu sapi adalah dengan menghindari protein susu sapi atau produk turunannya, ujarnya menambahkan. Selama penanganan alergi susu sapi, pemberian air susu ibu atau ASI kepada bayi yang menderita alergi tersebut tidak boleh dihentikan terutama selama masa pemberian ASI eksklusif pada saat bayi berusia 0-6 bulan.

Bersumber dari : www.kompas.com